Saling Klaim Lebih Berhak Jadi Wali Nikah Adiba, Begini Penjelasan Pakar Fiqih
- Istimewa
Selain itu, Fajar mengatakan tidak sah apabila Abidzar yang menjadi wali nikah Adiba.
"Tetep enggak sah, kita kan menganut dari Imam Syafi'i mengatur bahwa syarat rukun menikahkan seorang perempuan itu walinya dari pihak ayahnya," imbuhnya.
Menangapi hal tersebut, pakar fiqih yang juga Komisi Fatwa MUI Kabupaten Pamekasan, Abdul Syukkur, Lc., M.Th.I., memaparkan tingkatan yang lebih berhak dalam menjadi wali nikah setelah wali mujbir (ayah kandung) perempuan sudah tidak ada.
Menurut alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir tersebut, setelah ayah kandung, maka kakek dari ayah lebih berhak menjadi wali. Setelah itu, saudara laki-laki seayah dan seibu. Kemudian, saudara laki-laki seayah beda ibu. Baru setelah itu, paman atau saudara laki-laki ayah serta yang terakhir anak laki-laki paman dari pihak ayah.
"Urutan wali itu menurut Madzhab Syafi'i sebagaimana keterangan Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb yang pertama adalah ayah, ayah, kemudian kakek, terus saudara laki-laki kandung (saudara laki-lakinya mempelai perempuan yang seayah dan seibu), selanjutnya saudara laki-laki seayah (tidak seibu), lalu paman mempelai perempuan, dan terakhir adalah anak laki-laki dari paman pihak ayah," jelas papar Dosen STAI Al-Mujtama' Pamekasan tersebut.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka pihak yang berhak menjadi wali nikah seorang perempuan ketika ayah kandungnya sudah tidak ada adalah kakeknya. Kemudian, apabila kakeknya sudah tidak ada maka saudara laki-laki perempuan yang hendak menikah. Sedangkan posisi paman, menempati urutan kelima setelah saudara laki-laki seayah dan seibu, serta saudara laki-laki seayah beda ibu.
"Dari urutan di atas yang lebih kuat menjadi wali adalah saudara laki-lakinya," pungkas Abdul Syukkur.