Ramai Soal Tawaran Damai, Kapuspenkum Kejagung RI Terbitkan Siaran Pers

Ketut Sumedana, Kapuspenkum Kejagung RI
Sumber :
  • viva.co.id

Jabar – Di tengah hangatnya proses hukum atas kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo, muncul wacana tawaran damai antara kedua belah pihak yakni korban dengan pelaku.

Mario Dandy Tak Hadiri Sidang, Banding Ditolak

Berbagai respon atas tawaran damai dengan jalan restorative justice atau keadilan restoratif hadir dari beberapa kalangan. Termasuk dari pejabat pemerintah, terlebih dari keluarga David yang jelas menolak tawaran damai tersebut.

Atas berbagai reaksi tersebut, kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr. Ketut Sumedana menerbitkan siaran pers dengan nomor PR-380/088/K.3/Kph.3/03/2023.

Ramai Soal Jessica Usai Film Dokumenter, Kejagung: Pemanis-pemanis Bibir, Biasa

Siaran Pers bertajuk "Tidak Ada RJ Bagi Mario Dandy dkk yang Melakukan Penganiayaan Keji terhadap Korban Cristalino David Ozora Latumahina" itu bermaksud mengklarifikasi wacana tawaran restorative justice yang dikhususkan untuk gadis berinisial AG yang merupakan pacar Mario Dandy. Diketahui, AG juga terlibat dalam kasus penganiayaan itu dan telah ditetapkan sebagai pelaku anak atau anak yang berkonflik dengan hukum.

Setidaknya ada dua poin dalam rilis Surat Kapuspenkum Kajagung tersebut. Pada poin pertama, Kapuspenkum menegaskan bahwa untuk tersangka Mario Dandy Satriyo (MDS) dan Shane Lukas tidak layak mendapat Restorative Justice. Pasalnya, tulis surat pers tersebut, karena ancaman hukuman keduanya melebihi batas yang telah diatur oleh Kajagung. Selain itu, kejahatan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas memiliki dampak luas baik di media maupun masyarakat secara umum, sehingga perlu ditindak dengan tegas.

Otto Berencana Ajukan PK Ulang, Ini Pesan Kejagung RI

"Dalam kasus penganiayaan terhadap korban Cristalino David Ozora, secara tegas disampaikan bahwa Tersangka MDS dan Tersangka SLRPL tidak layak mendapatkan restorative justice. Hal ini dikarenakan ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, serta perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku." tegas Ketut Sumedana dalam siaran pers tersebut.

Adapun pada poin kedua, Kapuspenkum Kajagung meluruskan wacana tawaran damai untuk AG. Menurut siaran pers Kapuspenkum Kajagung itu, aparat penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan, diwajibkan melakukan upaya damai rangka menjaga mesa depan anak yang berkonflik dengan hukum. Kendati demikian, lanjut siaran pers itu, jalur yang ditempuh bukanlah Restorative Justice, melainkan Diversi.

Namun, Diversi itupun mensyaratkan adanya pemberian maaf dari pihak korban. Jikapun tidak ada maaf, maka proses hukum harus dilanjutkan sampai ke Pengadilan.

"Terkait dengan pelaku anak AG (anak berkonflik dengan hukum), undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan Aparat Penegak Hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, untuk melakukan upaya-upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice. Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan." jelas Ketut.