Film Dirty Vote Ternyata Juga Sentil MK Terima Gugatan Batas Usia Cawapres di Hari Libur
- Istimewa
VIVA Jabar – Film dokumenter berjudul Dirty Vote ternyata tak hanya menyinggung soal dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, tapi juga menyentil tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang membahas Uji Materi UU Pemilu tentang batas usia Capres dan Cawapres yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru.
Salah satu yang menjadi sorotan di film yang disutradarai oleh Dhandy Dwi Laksono itu adalah sosok Ketua MK, yakni Anwar Usman yang diketahui merupakan ipar Jokowi.
Ini memperlebar dugaan bahwa lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres adalah campur tangan Anwar Usman saat memutuskan perkara batas usia calon dalam UU Pemilu.
Selain itu, Dirty Vote juga menyoal tentang MK yang menerima gugatan yang dilayangkan Almas Tsaqibbirru itu di hari libur.
Di tanggal 29 September terjadi peristiwa kunci dalam kasus ini Almas entah karena alasan apa mencabut permohonannya sehari kemudian permohonan dimasukkan kembali padahal itu hari Sabtu hari libur dan Ketua Mahkamah Konstitusi berkantor serta meminta panitera untuk masuk kerja," kata ujar Ahli Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar dalam film Dirty Vote yang ditayangkan Sabtu (11/2/2024).
"Biasanya kalau dicabut bukannya dikeluarkan cepat penetapan ya, itu uniknya perkara ini sehingga disebut kunci," lanjut Zainal.
Kejanggalan lain yang diungkap Zainal adalah tidak adanya sidang penetapan kalau perkara telah dicabut. Malah, MK menggelar sidang lain di tanggal 3 Oktober.
"Disebut berbeda karena sidang ini disebut sebagai sidang konfirmasi permohonan Almas, kemudian menyatakan bahwa sebenarnya dia tidak punya keinginan untuk mencabut, tetapi itu keinginan kuasa hukumnya. Dan pada saat yang sama sidang konfirmasi permohonan tidak ada dalam hukum acara MK. Jadi ini disebut unik karena memang tidak terdapat di dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi," jelas Zainal.
"Nah, setelah praktik tidak ada dalam hukum acara itu karena kasus Almas tetap dilanjutkan atau permohonan Almas tetap dilanjutkan, masuklah RPH (rapat pemusyawaratan hakim) kedua permohonan Almas," lanjutnya.
Anwar Usman pada saat itu masih berpartisipasi dalam RPH yang dilakukan sampai tiga kali.
"Biasanya RPH berulang kali itu adalah tanda bahwa permohonan itu memang njelimet atau ada pertarungan perkara yang penting, atau barangkali karena memang pemohon menghadirkan sebuah logika yang canggih dan pembuktian yang luar biasa," ucap Zainal.
Almas kala itu membawa tiga alat bukti berupa KTP, foto kopi UU Nomor 7 Tahun 2017, dan dokumen UUD. Zainal berpendapat, tak ada logika argumentasi yang memadai bahwa gugatan uji materi ini perlu diperdebatkan secara hukum, bahkan sampai menggelar RPH untuk membahas permohonan.
"Sidang yang ada adalah hakim sibuk memperdebatkan permohonan Almas saja, tapi tidak pernah membuka itu ke publik dan itu dilakukan berulang kali karena sidang substansi sudah selesai di tanggal 29 Agustus," kata Zainal.