Bertemu Prabowo Subianto, Bangsawan Cantik Ini Bakal Berlabuh ke Gerindra?
- Istimewa
Disela-sela wawancara, Mayasari memberikan edukasi dan gagasanya tentang pemilu 2024 yang menurutnya system atau syarat threshold 20% tidak layak dan dihapuskan dari negara demokrasi karna banyak yang tidak sesuai.
"Mulai dari di dalam system presidential seharusnya tidak ada kamus threshold 20 %, karna threshold lebih cenderung ke system parliementary (parlemen) dari konsep saja sudah salah kaprah," jelas Mayasari.
"Threshold 20% sebenarnya melemahkan dan merugikan para capres karna secara tidak langsung memberikan ruang kontrak jangka pendek dengan partai politik dan menumbuhkan pragmatisme dan keseragaman suara yang tidak sehat," lanjutnya.
Pemimpin yang lahir dari system dengan syarat threshold 20% adalah bukan pemimpin yang lahir murni dari pilihan rakyat, kata Mayasari, melainkan pemimpin dari hasil filter partai sesuai kepentingan masing masing, sehingga berdampak buruk terjadinya open legal policy terhadap UU.
"Suburnya kapitalis dan oligarki, jauh dari esensi dan marwah demokrasi pemilu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Di mana system pemilu demokrasi yang segarusnya memberikan kesempatan dan keterbukaan seluas luasnya untuk generasi yang potensial secara kompetitif sesuai kapabilitas dan integritas agar rotasi kekuasaan dapat berjalan fair dan sehat, jauh dari praktik politik dinasti, dominasi golongan, dan kapitalism yang merusak masa depan bangsa dan keadilan rakyat," ungkapnya.
Terlepas sebagai konsultan politik petinggi Gerindra, Mayasari berharap Prabowo bisa menjadi harapan baru dan bapak bangsa yang memperjuangkan dan menghidupkan kembali keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terutama rakyat kecil yang haknya sering dirampok oleh rampok intelektual berdasi di negeri ini.
"Kalau bukan sekarang kapan lagi mendobrak system yang salah kaprah yang merugikan rakyat terus menerus," pungkasnya.