Hati Suhita, Film Religi yang Patahkan Stigma Negatif Tentang Pesantren

Para pemain film Hati Suhita
Sumber :
  • intipseleb.com

VIVA Jabar – Film yang baru-baru ini hits dan mampu menyedot perhatian publik adalah film Hati Suhita. Film yang diadaptasi dari novel karya Ning Khilma Anis ini mengambil setting tempat sekitar 85 persen di Pesantren.

8 Pondok Pesantren Tak Beroperasional di Subang Dapat Dana dari Kementerian Pusat

Mampu mengobati rasa rindu pecinta film religi, film berdurasi 137 menit ini layak ditonton. Pasalnya, selain menggambarkan potret masyarakat Indonesia, film ini juga memiliki nuansa religi yang begitu kuat.

Diketahui, hampir seluruh cerita dalam film ini bernuansa pondok pesantren. Syuting film ini, dilakukan di sembilan kota diantaranya Bogor, Salatiga, Kediri, dan Mojokerto.

Jelang Pilkada Serentak, Bima Arya Siap Majukan Jawa Barat Melalui Pilgub Jabar 2024

Film ini bercerita tentang kegigihan seorang perempuan Alina Suhita yang tak dinyana menikah dengan Gus Birru yang super dingin akibat cinta yang dijodohkan.

Selain itu, film ini juga menampilkan sosok perempuan kuat lainnya, yaitu Rengganis dengan keluasan hati memperkuat Gus Birru untuk segera sadar bahwa pilihan Abah adalah tidak salah. Kemudian Alina, selain cerdas juga pandai manajemen sebuah Yayasan lembaga pendidikan, menjadi kepala Madrasah.

ULBI Sosialisasi Beasiswa Ikatan Dinas Pos Indonesia ke Pesantren dan Madrasah

Disamping itu, film ini juga mampu menampar anggapan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan kuno yang tidak terbuka terhadap sistem modern.

Nyatanya, visual dan setting film secara natural bisa menghadirkan pesantren yang bersih serta mengajarkan skill dan kemampuan santri, latihan jurnalistik dan bedah buku serta kegiatan lainnya yang sesuai dengan keadaan zaman modern.

Saat ini, Pesantren sudah ramah digital, terdapat laboratorium, ada layanan administrasi secara komputerisasi serta jejeran koleksi buku. Tidak hanya tentang literasi keagamaan seperti Amtsilatuttasrifiyah, juga ada buku-buku barat karya Bertrand Russel tentang Sejarah Filsafat Barat.

Tak hanya sampai disitu, Pesantren juga bisa mengkaji tentang Spiritual dan Pesona Seks dalam buku Asmaragama Wanita Jawa, pun itu menambah bumbu film.

Adegan Bu Nyai alias Ummik saat semaan dan setoran hafalan Al Quran juga sangat natural khas pesantren tahfidz. Yang menambah nuansa Pesantren benar-benar terasa yaitu terdapat foto para Kiai dan founding fathers pesantren di tanah air. Ini semua dihadirkan secara utuh dalam visual dan dialog.

Pesantren juga dihadirkan seperti saat ini, ia memberikan peluang dan fasilitas yang sama terhadap perempuan saat belajar di Pondok, santriwari juga dipacu agar mampu tampil dan mampu memimpin sebuah organisasi, juga bisa menjadi pengabsah wongso, perempuan ideal dan penerus generasi emas.

Gus Birru anak Kiai yang gaul serta mampu membuka caffe juga bagian realitas, bahwa meski dalam dunia pesantren namun juga mahir dalam dunia interpreneurship. Namun tetap memegang tradisi dan karakter kuat-baik. Caffe namun dilengkapi musala yang layak. Seakan kontras, namun justru memperkuat narasi film.

Bagi yang ingin mengetahui atau menengok bagaimana tradisi Pesantren serta perkembangannya saat ini, maka film ini recommended untuk memperkaya wawasan serta pandangan tentang sebuah fakta yang dipotret melalui sebuah karya, Hati Suhita.

Sebagai informasi, film ini dibintangi oleh beberapa artis ternama Indonesia. Diantaranya, Omar Daniel, Nadya Arinia, Anggika Bolsterli, Desy Ratnasari, Slamet Rahardjo dan masih banyak lagi.